Atas dasar itu Presiden Sukarno menetapkan tanggal pelaksanaan Kongres Perempuan I Indonesia itu sebagai Hari Ibu melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal itu dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Sekarang banyak orang memperingati Hari Ibu tidak berbeda jauh dengan peringatan Hari Kasih Sayanh yang jatuh pada 14 Februari sebagai perayaan Valentine. Di Hari Ibu kebanyakan menyatakan rasa cintanya kepada sosok ibu. Dengan mengucapkannya di media sosial, dengan mengunjungi ibu di rumah sambil membawa hadiah kesukaan ibu, atau banyak pula yang menggelar aneka kompetisi yang diikuti para ibu dari mulai lomba memasak, busana, senam dan lainnya.
Namun semua itu tidaklah salah. Hanya saja memang cara memaknainya kembali seakan jauh terdistorsi zaman. Yang dahulunya Hari Ibu ini memperingati kiprah perjuangan kaum perempuan dalam memperjuangkan keseteraan gender dan memikirkan kemerdekaan nusa dan bangsa kini di alam merdeka terkesan lebih banyak hura-hura.
Alangkah bijaksananya jika Hari Ibu ini kaum perempuan kembali merenungi perjuangan para pahlawan perempuan pejuang gender maupun yang berperang melawan kolonial. Perempuan Indonesia masa kini di tengah tantangan zaman disrupsi digital dan globalisasi harus kembali menyingsingkan lengan baju bersama-sama berjuang menjawab tantangan zaman ini dengan semangat para pejuang perempuan Indonesia.
Semangat yang digelorakan RA Kartini, Cut Nyak Dhien, Raden Dewi Sartika dan juga Cut Mutia. Bagaimana perempuan Indonesia saat ini bisa meningkatkan derajat hidupnya dengan mendapatkan pendidikan tinggi. Meningkatkan harkat martabatnya berkedudukan sejajar dengan pria dalam segala bidang sehingga dihormati dan tidak dilecehkan. Bagaimana memperjuangkan sesama kaumnya dalam merubah pandangan bahwa perempuan masa kini harus bisa maju bahkan lebih maju dengan menorehkan berbagai prestasi. Selamat Hari Ibu.
(*)
Oleh: Dra. Hj Lilis Santika
(Anggota DPR RI dari Fraksi PKB)