POJOKBANDUNG.com, BANDUNG – Sejumlah pedagang keluhkan harga jengkol yang tidak stabil. Betapa tidak, dalam dua hari terakhir harganya turun menjadi Rp50 ribu sampai Rp40 ribu perkilogram. Padahal, satu pekan terakhir tembus diharga Rp80 sampai Rp100 ribu perkilogram.
Turunnya harga jengkol hingga 50 persen itupun tidak diimbangi dengan kompaknya harga disejumlah pasar tradisional. Di Pasar Kosambi misalnya, satu kilogram jengkol mencapi Rp50 ribu sedangkan di Pasar Sadang Serang hanya Rp40 perkilogram.
“Padahal barangnya sama, dari Pasar Induk Caringin,” ucap Ayi (54), pedangan di pasar Kosambi, Kamis (2/7/2018).
Ayi menyebut, harga yang tidak stabil membuat para pembeli ragu. Dalam satu hari ia hanya mampu menjual 1 kilogram.
“Mau gimana lagi. Biasanya bisa minimal bisa menjual 10 kilogram dalam satu hari itupun jika hargnya stabil di Rp30 ribu perkilogram,” ujarnya.
Keluhan yang sama diungkapkan Depi, pedagang di Pasar Sadang Serang. Menurutnya, sejak harga jengkol yang tidak stabil berimbas pada omset penjualan.
“Menjual 1 kilogram saja sudah lumayan, tapi nyatanya susah. Untuk mensiasati tidak laku (busuk) saya mengurangi pasokan jengkol dari Pasar Induk Caringin,” kata dia.
Turunnya harga jengkol sudah berlangsung sudah sejak dua hari yang lalu. Harga sebelumnya mencapai Rp80 Ribu perkilogram. “Walalupun harga turun tetap mahal bagi pembeli,” ungkapnya.
“Ya kami berharap pemerintah bisa mengatur harga jengkol agar usaha kami kembali lancar,” imbuh Depi.
Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung, Elly Wasliah meyebut, kenaikan atau turunnya harga jengkol tidak terlalu berpengaruh terhadap ketahanan pangan di Kota Bandung.
“Tidak ada pengaruh pada komoditas lain,” kata Elly.
Alasannya, lanjut elly, jengkol termasuk non komoditas. Artinya, tidak semua orang mengkonsumsi jengkol. Beda halnya jika dibandingkan dengan kenaikan harga beras atau kebutuhan pokok lainnya.
“Yang makan jengkol tidak semua orang, hanya yang suka aja. Tapi, tetap semua harga akan kami pantau lebih lanjut,” pungkasnya.