POJOKBANDUNG.com – PARA periset dari Universitas Oxford melacak kebiasaan makan setengah juta orang dewasa. Itu untuk mengungkapkan manfaat mengonsumsi buah setiap hari pada kesehatan jantung.
Mereka menemukan, bahwa hanya dengan mengonsumsi 100 gm buah seperti apel atau pisang setiap hari bisa mengurangi risiko pengembangan penyakit kardiovaskular hingga sepertiga.
Semakin banyak buah yang mereka makan, semakin kecil kemungkinan meninggal karena serangan jantung.
Baca Juga:
Menurut Penelitian, Ini Bahaya Kerja Pagi-pagi
Jangan Ngeres! Ini 5 Fakta Penting di Balik Gerakan Sehari Lepas Bra
Satu-satunya peringatan adalah bahwa buah tersebut harus dikonsumsi segar, artinya matang secara alami.
Bahkan penelitian menyebutkan, mengonsumsi buah dengan cara ini sama efektifnya dengan minum obat jantung statin. Karena statin juga menurunkan kemungkinan serangan jantung hingga sepertiga.
Sepelekan Olahraga Sama Dengan Mengundang 7 Efek Berbahaya Ini, Antara Lain Gangguan Libido dan Otak – Pojok Bandung https://t.co/cNOrCaeuw1
— Pojok Bandung (@pojokbandung2) October 20, 2017
Sementara serat yang bisa dipecahkan dan senyawa tertentu seperti pektin di apel telah terbukti menurunkan kadar kolesterol, potassium pada pisang melindungi Anda dari pengerasan arteri (arteriosklerosis).
Namun, itu tidak berarti bahwa Anda harus menukar statin dengan sepotong buah.
Ini berarti meningkatkan konsumsi buah juga bisa menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun.
Baca Juga:
Aduh, Kampanye Sehari Lepas Bra Malah Jadi Ajang Mesum
Susah Tidur Nyenyak di Malam Hari, Ikuti Langkah Berikut Ini
“Ini adalah studi terbesar mengenai masalah ini,” kata Profesor Epidemiologi di Departemen Kesehatan Penduduk Nuffield, Universitas Oxford, Zhengming Chen, seperti dilansir laman India Times, Kamis (19/10/2017) lalu.
Zhengming Chen juga menyatakan bahwa mengonsumsi buah segar bisa memengaruhi bakteri usus.
Jadi, pesan yang dibawa pulang adalah dengan tujuan untuk tetap mengonsumsi buah segar untuk mendapatkan manfaat kesehatan jantungnya.
Studi ini dipublikasikan di New England Journal of Medicine dan dilakukan selama periode tujuh tahun di Tiongkok.