POJOKBANDUNG.com – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) geram melihat adanya masyarakat kurang mampu yang diperdaya mafia tanah. Walhasil, tanah yang diduduki warga miskin tersebut akhirnya disikat dan diambil mafia.
“Padahal itu (mungkin) warisan orang tuanya. Nangis-nangis juga enggak ngerti dia udah tinggal, orang datang, diusir, karena dia enggak punya sertifikat,” ujar pria yang karib disapa Ahok itu di Balai Kota Jakarta, Jumat (3/3/2017).
Karenanya, dia berharap agar masyarakat manapun di Jakarta segera membuat sertifikat untuk tanah yang telah ditempati. Untuk mencegah permainan jahat para mafia tanah.
Namun tak disangka Ahok, rupanya pembuatan sertifikat oleh warga belum menyelesaikan persoalan. Pasalnya, apabila yang mempunyai sertifikat itu adalah warga miskin, dia tak akan sanggup membayar tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar lima persen.
Oleh sebab itu, Ahok akhirnya mengeluarkan diskresi agar setiap warga yang memiliki aset tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak (NPOP) di bawah Rp 2 miliar, tidak perlu membayar BPHTB. “Biar semua dapat sertifikat,” imbuhnya.
Tetapi, lanjut dia, masalah kembali muncul ketika tanah warga merupakan warisan orang tua lumayan luas dan hanya dititipkan kepada anak tunggal.
“Lebih (NPOP) dari Rp 2 miliar, gimana coba? Bayar BPHTB lima persen bonyok lagi. Warisan dari orang tua pasti enggak boleh jual,” tukasnya.
Karena itu, dia kembali membuat kebijakan agar warga yang memiliki aset di atas Rp 2 miliar dan merupakan warisan orang tua tidak perlu membayar jika tak ada uang.
Adapun, Ahok mengaku saat ini dia juga tengah membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan harga yang tak murah. Dia lalu membandingkan pembayaran PPB antara dirinya dan Sekretaris Daerah DKI Saefullah.
“Rumah Pak Sekda lebih besar dari saya tapi bayar pajaknya kecil karena rumahnya di Cilincing. Rumah saya lebih kecil. Pak Sekda bayar PBB Rp 11 juta ya? Saya satu rumah bayar Rp 34 juta,” terangnya. (imn/uya/jpg/pojokbandung)