POJOKBANDUNG.com, BANDUNG– Sejumlah warga Kompleks Perumahan Angkatan Darat (KPAD) Gegerkalong RW 02, Kelurahan Gegerkalong, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung resah dan gelisah. Soalnya, sebagian dari mereka harus angkat kaki dari rumah yang telah ditinggali selama puluhan tahun.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, perumahan di KPAD ini merupakan rumah yang ditempati keluarga purnawirawan TNI. Selama puluhan tahun, sudah dua generasi yang menempati perumahan di KPAD itu.
Tiba-tiba mereka dikagetkan dengan munculnya aturan baru terkait penempatan rumah di KPAD. Bagi warga yang sudah tidak memiliki orang tua, yang dulunya anggota TNI, diminta untuk mengosongkan rumah tersebut. Tak kurang 72 kepala keluarga (KK) diminta mengosongkan rumahnya dengan batas waktu 21 Juni 2016 ini.
Salah satunya Iwan M Ridwan (58), warga Jalan Pak Gatot 1 RT 01/02, KPAD Gegerkalong, Kota Bandung, yang terancam dipindah. Ayahnya, RE Muchtar, yang merupakan prajurit TNI, membuat ia bisa tinggal di rumah KPAD ini. Namun, beberapa tahun ke belakang, orang tuanya meninggal dunia sehingga saat ini Iwan-lah yang menempati rumah peninggalan orang tuanya itu.
“Sudah 54 tahun saya tinggal di sini (KPAD, red),” ujar Iwan ditemui di KPAD.
Selama puluhan tahun Iwan tinggal, tak ada yang mengganggunya. Namun, pada Maret 2016, sepucuk surat pemberitahuan (SP) dari Kodam Siliwangi datang kepadanya. Surat itu memberitahukan bahwa warga yang sudah tidak memiliki keluarga anggota atau purnawirawan TNI diminta mengosongkan rumah.
“Saya terima surat itu. Isinya harus mengosongkan rumah tanggal 21 Juni. Lalu saya berkoordinasi dengan sesepuh-sesepuh di sini. Setelah itu, sesepuh di sini menghadap ke Panglima (Pangdam, red),” ungkapnya.
Namun, bukan kabar menggembirakan bagi Iwan setelah pertemuan antara sesepuh dan Pangdam. Malahan, semenjak itu setiap tanggal 21, ia bersama 71 KK lainnya kerap mendapatkan surat pemberitahuan.
“Setiap tanggal 21 itu, kami selalu menerima surat yang sifatnya mengingatkan bahwa ini sudah bulan keberapa dan tinggal berapa bulan lagi. Dalam surat itu juga dikatakan, tidak akan ada lagi SP2 dan 3, akan langsung diambil,” kata Iwan.
Meski telah banyak pemberitahuan mengenai pengosongan tempat tinggalnya, Iwan mengaku akan tetap bertahan. Sebab, ia sudah sangat kerasan tinggal di lingkungan kompleks TNI tersebut.
“Rumah ini sudah saya rawat sampai layak huni. PBB, listrik, dan lainnya saya bayar sendiri. Jalan di lingkungan ini pun sudah diperbaiki, sekarang sudah enak seperti ini, masa mau direbut? Apa yang saya peroleh?” jelasnya.
Selain karena faktor itu, menurut Iwan, pilihan bertahan dilakukan lantaran tidak akan ada kompensasi yang diberikan jika ia harus meninggalkan tempat tinggalnya. Sehingga, jika harus angkat kaki, ia tak tahu harus ke mana.
“Di dalam surat yang saya terima, tidak ada kompensasi. Makanya saya akan bertahan apa pun risikonya,” katanya.
Sementara, Ketua RW 02, Darmawi Chaidir (66), mengatakan, di KPAD terdapat 1.000 KK yang terbagi ke dalam dua RT. Saat ini, ada 72 KK yang harus angkat kaki sesuai dengan surat pemberitahuan dari Kodam.
“Ke-72 KK ini merupakan putra-putri yang orang tuanya sudah meninggal. Mereka yatim piatu. Mereka cemas dengan adanya pemberitahuan itu. Mereka punya hak karena orang tuanya yang pertama punya rumah ini,” ujarnya di KPAD.
Ia mengatakan, puluhan KK yang harus pindah memilih bertahan. Sebab, ujarnya, segala perawatan dan pemeliharaan dilakukan sendiri oleh mereka. “Rencananya, rumah-rumah itu akan diambil alih oleh Kodam,” tutupnya.(nda)