POJOKBANDUNG.com, BANDUNG–Cuaca ekstrim diprediksi akan terjadi dalam sepekan ke depan. Hal ini harus diwaspadai oleh masyarakat dan seluruh pihak terkait lainnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat Haryadi mengatakan, berdasarkan perkiraan BMKG, bencana banjir dan tanah longsor menjadi ancaman serius yang harus diantisipasi. Sebab, dalam beberapa waktu ke depan, curah hujan diprediksi meningkat hingga di atas batas normal.
“BMKG memperkirakan ada 12 hari yang perlu diwaspadai. Yaitu 10 hari ke belakang dan 2 hari kedepan ini. Diperkirakan cuacanya sangat ekstreem dan rawan menimbulkan bencana,” kata Haryadi di Gedung Sate, Bandung, Jumat (12/2).
Oleh karena itu, pihaknya mewaspadai berbagai kemungkinan bencana alam yang terjadi “Makanya kita selalu siaga untuk mengantisipasinya,” katanya.
Dia menjelaskan, hampir seluruh wilayah Jabar rawan longsor. Beberapa daerah seperti Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya seakan menjadi langganan bencana tersebut.
“Makanya kita siaga seminggu untuk itu. Tapi ini susah diprediksi. Kalau banjir mudah diprediksi,” katanya.
Adapun untuk ancaman banjir, sejumlah wilayah di pantai utara menjadi langgana seperti Indramayu, Subang, dan Karawang. Selain itu, ancaman angin kencang puting beliung pun perlu diantisipasi.
“Ini biasanya terjadi saat hujan enggak jadi turun, dan terjadi kelembaban. Di mana angin kencang akan turun,” pungkasnya.
Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Jabar Ridwan mengatakan, Jabar sudah menetapkan status siaga darurat banjir dan longsor sejak 4 Januari lalu hingga 4 Mei mendatang. Hal ini berdasarkan prediksi BMKG serta pantauan PVMBG mengenai potensi pergerakan tanah dan longsor di Jabar.
Menurutnya, terdapat 17 kabupaten/kota yang merupakan daerah rawan banjir seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Sedangkan 23 kabupaten/kota tergolong daerah rawan longsor seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Kota Bogor.
“Potensi longsor terjadi di daerah rawan pergerakan tanah. Sedangkan banjir biasanya terjadi di daerah dataran rendah atau akibat luapan air sungai,” ucapnya.
Lebih lanjut dia katakan, saat ini belum semua kabupaten/kota memiliki BPBD. Sehingga, kata dia, pihaknya sering kesulitan dalam melakukan penanggulangan bencana karena sulitnya koordinasi.
“Pemahaman masyarakat tentang kebencanaan masih kurang. Itulah yang sering petugas temukan di lapangan,” katanya.
Melihat kenyataan tersebut, pihaknya telah banyak melakukan pelatihan kebencanaan bagi masyarakat di 27 kabupaten/kota di Jabar. Ini dilakukan agar pemahaman masyarakat terkait kebencanaan terus maksimal.
Selain pemahaman yang kurang, petugas pun kerap dihadapkan dengan tantangan lokasi bencana yang sulit dijangkau kendaraan. Hal ini menghambat pasokan bahan makanan dan peralatan kepada para korban.
“Kami akan kesulitan melakukan koordinasi penanganan bencana, tidak ada BPBD di kabupaten/kota tersebut,” ucapnya. Padahal, kata dia, ketersediaan peralatan dan logistik sudah siap saat menghadapi bencana. “Seluruh kelengkapan telah dikirim ke 27 kabupaten/kota seperti perahu, tenda, bahan makanan, dan selimut,” pungkasnya. (agp)